Senin, 14 November 2011

Cumarios (bagian II)


Memasuki masa SMA sangat menyenangkan, kadang disebut masa transisi dari anak-anak memasuki fase masa remaja, bisa dibilang seperti itu karena masa lima tahun kebelakang tidak sama seperti sekarang, waktu itu masa SMP masih bisa disebut mana kanak-kanak, tidak seperti sekarang ini yang malah masa SD pun mereka sudah bersikap layaknya orang dewasa, yah dewasa sebelum waktunya dan itu sangat disayangkan sekali mereka tidak bisa menikmati masa kanak-kanak yang menyenangkan.
Ketika lulus dari SMP (Ana sekolah di MTsN Cisalak, setara dengan SMP Negeri), banyak sekali tawaran sekolah favorit yang ditawarkan oleh guru-guru Ana (maklum siswa teladan he..he…), namun ada satu nama yang membuat Ana tertarik, yah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Awipari Tasikmalaya, Ana pun langsung minta izin kepada orang tua dan mereka pun memberi izin untuk sekolah disana menimbang karena tasikmalaya dikenal sebagai kota santri dan sekolah madrasah yang Ana pilih merupakan sekolah agama setara SMA dan juga merupakan sekolah negeri.
Hari kemudian Ana berangkat ditemani kakak sepupu ke tasikmalaya untuk daftar di MAN Awipari tersebut, berkas dan segala macamnya sudah dipersiapkan, namun sebelum mendaftar ke sekolah, kita mampir ke beberapa pondok pesantren sekitar sana barangkali ada yang cocok, setelah itu entah kenapa tiba-tiba saja terbersit sebuah nama di benak ana, Pondok Pesantren Cipasung, yah Ana mengajak sepupu Ana kesana tanpa terlebih dahulu mendaftar di MAN Awipari dan langsung berangkat ke Cipasung.
Pertama kali menginjakkan kaki di MAN Cipasung Ana langsung tertarik untuk sekolah disana, dan tanpa piker panjang Ana langsung mendaftar disana, soal MAN Awipari harus ana lupakan, dan singkatnya Ana langsung diterima di MAN Cipasung, dan Ana masih ingat yang mengisi berkas pendaftaran Ana itu namanya bapak Drs. H. Rohmadie, atau lebih dikenal sebagai pak perpus karena memang beliau penanggung jawab perpustakaan sekolah yang selalu ditemani asistennya, asisten perpustakaan Mang Jana. Dan karena itu Ana sangat dikenal oleh beliau sehingga kalau Ana telat mengembalikan buku perpustakaan tidak dihukum he..he….
Setelah Ana mendaftar di MAN Cipasung, kemudian kita menuju Pondok Pesantren Cipasung, tentu saja pada waktu itu lumayan sepi karena liburan akhir tahun, hanya beberapa orang santri saja yang ada disana termasuk panitia penerimaan santri baru, ketika Ana masuk gerbang pondok, seorang santri langsung menghampiri kita, "bade daftar janten santri?" bahasa indonesianya lebih kurang dia bertanya apakah ana mau daftar, langsung saja ana bilang iya dan dia pun mengantarkan Ana ketempat pendaftaran, kemudian Ana mengisi formulir pendaftaran disana ditulis asrama pilihan, Ana bingung karena memang baru pertama kali kesana dan tidak tau asrama ini dan itu, seperti menangkap kebingungan Ana, panitia pendaftaran yang belakangan Ana ketahui namanya Kang Ceceng kemudian menyarankan, pilih asrama ini, ini asrama pertama disini dan dulu markasnya para kiyai alumni sini, lalu Ana pun menceklist nama asrama tersebut, Asrama Pusaka, dan disanalah tempat tinggal Ana selama mondok di cipasung.
Setelah Ana bersekolah di MAN Cipasung atau lebih dikenal dengan nama Manchunk (sering disingkat seperti itu) ternyata Ana tidak salah pilih sekolah, karena sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah madrasah model di jawa barat, dan hanya ada tiga madrasah aliyah model di jawa barat, yang kedua yaitu MAN 1 Bandung, dan yang ketiga MAN Ciwaringin Cirebon. Dan juga boleh dibilang Manchunk ini sekolah yang cukup lengkap dilihat dari berbagai komponennya termasuk Aula, Galery, Laboratorium, Perpustakaan, Mess, Gedung Multimedia, UKS, PSPB, Bangunan Keorganisasian, Lapangan Upacara, Lapangan Olah Raga, dan lain sebagainya.
Banyak sekali hal yang menyenangkan yang Ana alami semasa di cipasung, dan yang paling berkesan buat Ana yaitu ketika menjaga rumah kiyai setiap malam, pimpinan pondok pesantren, KH. Muhammad Ilyas Ruhiat, seorang kiyai yang tawadlu dan bijaksana dalam pandangan Ana, betapa tidak, beliau tidak pernah menyuruh santrinya dengan kasar bahkan dengan kata-kata yang jelas akan tetapi beliau selalu menyuruh dengan kata kiasan sehingga tidak terkesan menyuruh, dan juga beliau rajin shalat malam meskipun dalam keadaan sakit seperti itu, sangat lemah untuk berdiri dan berjalan, namun beliau tetap berusaha untuk tidak lepas wudlu dan shalat malam, namun ada satu hal yang membuat Ana menangis melihat beliau yaitu beliau tidak pernah membangunkan Ana ketika beliau mau ke kamar mandi padahal beliau bisa saja membangunkan Ana untuk menuntun beliau karena Ana berjaga di rumah beliau setiap malam, tetapi Ana selalu terbangun mendengar langkah beliau turun dari tempat tidurnya dan sedang berusaha berdiri menggapai tembok untuk berdiri dan Ana langsung membantu beliau dan menuntunnya sampai pintu kamar mandi, dan kadang Ana memijat kaki beliau sampai beliau tertidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar