Kamis, 10 November 2011

Cumarios (bagian I)

Sebelumnya Ana mau bercerita sedikit tentang diri sendiri, Ana dilahirkan dari keluarga yang cukup sederhana menurut ukuran orang indonesia, keluarga Ana punya sebuah pondok pesantren yang menitik beratkan hafalan Al-Qur'an, yah hanya sekedar pondok sederhana tidak semewah Gontor ataupun Tebu Ireng, bahkan pondok tersebut bisa dibilang gratis alias tanpa biyaya bulanan santri akan tetapi santri dilibatkan dalam usaha mandiri yang dikelola pondok yang mana hasilnya untuk kesejahteraan pondok dan santri itu sendiri disamping mereka juga bersekolah di sekolah formal, dan juga santri yang mondok disana tidak begitu banyak, hanya sekitar kurang lebih 500 orang santri putra dan putri. Abah Ana merupakan seorang keturunan Arab pendatang yang sudah lama menetap di indonesia, beliau hanya lulusan sarjana muda yang penghasilannya hanya dari mengajar dan mengelola usaha mandiri, sedangkan Ummah Ana salah seorang keturunan kesultanan banten, tapi jangan dibayangkan hidup mewah bergelimpangan harta, Ummah hanya lulusan SMA dan bekerja sebagai ibu rumah tangga biasa.Ana merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dan Ana punya dua orang kakak laki-laki dengan kata lain anak terakhir alias bungsu, namun anak bungsu yang identik dengan manja tidak berlaku di keluarga Ana, sejak kecil orang tua kita selalu mengajarkan kemandirian dan kesederhanaan kepada anak-anaknya.
Tidak seperti kebanyakan anak dalam kandungan yang biasanya bertahan selama kurang lebih sembilan bulan didalam kandungan ibunya, waktu Ummah Ana mengandung lebih dari 10 bulan belum juga merasakan tanda-tanda akan melahirkan dan waktu itu belum dikenal luas operasi cesar seperti sekarang ini, hal tersebut membuat orang tua Ana panik hingga akhirnya mereka memutuskan untuk melaksanakan Umroh pada waktu itu dengan harapan memohon kemudahan dari Allah SWT, dan singkatnya setelah hampir lebih dari 11 bulan dalam kandungan, orang tua Ana berangkat ke tanah suci dan ketika berada di Madinah Al-Munawwarah, disanalah Ana dilahirkan pada tanggal 21 Januari 1989 tepat setelah selesai Shalat Shubuh. Sebenarnya waktu itu lahir bayi kembar akan tetapi kembaran Ana yang lahir terlebih dahulu meninggal saat dilahirkan dan dikuburkan di pemakaman Baqi di Madinah Al-Munawwarah, entah masih ada atau tidak kuburannya sekarang.
Semenjak kecil kita diajarkan hidup sederhana, mandiri, dan saling berbagi semampunya, ana pun teringat waktu kecil pergi ke sekolah pagi-pagi supaya tidak kesiangan karena letak sekolah negeri yang agak jauh dan masih sangat jarang sekolah negeri di daerah Ana waktu itu, bukan apa-apa tapi jangankan diantar oleh orang tua pakai mobil segala macam, bahkan dikasih sepeda pun tidak hingga akhirnya terpaksa harus jalan kaki dan mengenai prestasi di sekolah, orang tua kita tidak pernah menekankan apapun, hanya saja masih terngiang di telinga Ana beliau selalu berkata "belajar, belajar, dan belajar" dan belum pernah sampai sekarang keluar dari mulut beliau "ente harus juara satu", hanya kata belajar, belajar, dan belajar, seperti itulah kita bertiga dididik oleh orang tua kita. Ketika Ana masih SD sudah dibiasakan nginap di asrama bersama para santri walaupun letak asrama dan rumah sangat dekat, dan Ana pulang ke rumah kalau mau makan ataupun mau ganti baju, sehingga ketika lulus SD dan kemudian memasuki masa SMP Ana dibiarkan sendiri untuk mencari pondok pesantren dan sekolah yang cocok untuk Ana, saat itulah pertama kali Ana jauh dari orang tua dan memasuki kehidupan pesantren yang sebenarnya, begitu juga ketika memasuki masa SMA semakin jauh Ana dari orang tua, dan selama ana mondok 6 tahun (3 tahun di Subang, 3 tahun di Tasikmalaya) orang tua Ana tidak pernah menengok Ana ke pondok seperti halnya orang tua yang lain, beliau hanya mengirim biyaya saja tiap bulannya.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar